

Keberhasilan sebuah kegiatan sangat bergantung kepada kualitas team yang menjalankan. Kinerja team tentu saja ditentukan oleh kualitas anggota team, jika anggotanya memiliki expertise yang memadai maka kinerja operasinya juga akan tinggi. Ada falsafah yang menyatakan bahwa “PRACTICE MAKE EXELENCE” yang berarti untuk menghasilkan kesempurnaan itu sangat ditentukan oleh kualitas praktek keilmuan. Jika tidak ada kebiasaan mempraktekan keilmuan maka hasil ahir dari kinerja team juga akan buruk. Metode belajar dan praktek yang salah juga akan berakibat kepada tercapai atau tidaknya kesempurnaan team work. Semakin intens dan konsisten sebuah team berlatih maka akan terbengun sebuah team yang exelence.
Penelitian (Ericsson, 2006) menemukan bahwa kinerja ahli (Expertise) sebagai hasil akhir dari upaya jangka panjang individu untuk meningkatkan kinerja dengan menyelesaikan segala kendala motivasi dan kendala eksternal. Proses Panjang yang dijalani oleh seseorang yang sedang mengasah dan melatih diri secara konsisten akan menghasilkan sebuah expertise (keahlian). Karena itu inti dari mencetak pemain-pemain Tangguh adalah memproses para anggota team dalam sebuab pembiasaan kegiatan yang berkualitas yang mendukung terbentuknya keahlian.
Begitu juga dengan hasil penelitian (Anders Ericsson, 2008) dimana kinerja para ahli dapat ditelusuri dari keterlibatan aktif dalam praktik yang disengaja (Dileberate Practice(DP)), di mana pelatihan (sering kali dirancang dan diatur oleh guru dan pelatih mereka) difokuskan pada peningkatan tugas-tugas tertentu. prinsip-prinsip Praktek yang Disengaja (DP) yang ditetapkan dalam domain lain, seperti catur, musik, mengetik, dan olahraga untuk memberikan wawasan dalam mengembangkan kinerja keahlian di bidang kedokteran.
Sama halnya dengan hasil penelitian (Ericsson et al., 2007) yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara IQ dan kinerja ahli di berbagai bidang seperti catur, musik, olahraga, dan kedokteran membuktikan temuannya. Penelitian yang didasarkan pada studi rintisan Bloom mengungkapkan bahwa jumlah dan kualitas praktik merupakan faktor kunci dalam tingkat keahlian yang dicapai seseorang.
Lebih lanjut penelitian (Moran, 2016) menemukan bahwa praktik yang disengaja dan terus diulang-ulang, yang sangat terkait dan menjadi kunci utama untuk mewujudkan kinerja keahlian (Expertise) sehingga jam terbang dari sebuah team work akan menentukan keahlian dari team tersebut. Berdasarkan beberapa hasil penelitian ini maka untuk mencetak manusia-manusia yang expert harus diprogramkan pembiasaan mempraktekan sebuah keahlian secara konsisten dan terus menerus. Hingga jika kebiasaan ini sudah membudaya maka setiap personal bisa mencapai sebuah expertise dimana mereka merasa melakukan suatu tugas menjadi sebuah kebiasaan hingga dijalankan secara refleks. Contoh jika seorang remaja sudah expert mengendari sepeda, maka saat dia mengendari sepeda dia sudah menjalankanya secara reflek. Demikin juga jika pelajar atau siapapun sudah terbiasa menganalisa dan mencari solusi permasalahan, maka jika menemukan sebuah permasalahan secara refleks akan dianalisa dan dicarikan solusi yang efektive dan efisien. Hal inilah pentingnya untuk membangun budaya untuk selalu memprkatekan keilmuan yang sedang dipelajari sehingga keilmuan itu akan dikuasai dan setelah dipraktekan berulanag-ulang maka akan terwujud sebuah expertise dari keilmuan tersebut.